Minggu, 02 November 2008

Landasan-landasan Pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hampir semua orang dikenai pendidikan dan melaksanakan pendidikan. Sebab pendidikan tidak pernah terpisah dengan kehidupan manusia. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka juga akan mendidik anak-anaknya. Begitu pula di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa dididik oleh guru dan dosen. Pendidikan adalah khas milik dan alat manusia. Tidak ada mahluk lain yang membutuhkan pendidikan.

Kegiatan pendidikan merupakan usaha manusia yang disengaja untuk memberikan jawaban terhadap hidup dan kehidupan, baik secara pribadi maupun kelompok. Kegiatan ini bukan monopoli dari salah satu kelompok masyarakat, tetapi dilakukan dan merupakan kebutuhan dari setiap kelompok dan anggota kelompok masyarakat.

Sejalan dengan pemikiran manusia pendidikan sebagai usaha manusia yang disengaja dikembangkan berdasarkan beberapa landasan pokok, yang menyangkut segi-segi filsafat, sejarah, sosial budaya, psikologi dan ekonomi. Masing-masing landasan pendidikan memahami pendidikan berdasarkan persepsi dan pemahaman yang berbeda-beda pula.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu ada suatu tulisan atau kajian mengenai landasan pendidikan yang dapat dijadikan rujukan bagi guru, pendidik, praktisi pendidikan, dan pakar pendidikan agar kegiatan pendidikan lebih berkembang dan maju di masa yang akan dating.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang dikaji dalam penulisan ini membicarakan bagaimana landasan filosofis dalam pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan budaya pendidikan, landasan psikologi pendidikan, landasan sejarah pendidikan, landasan ekonomi pendidikan dan landasan ilmiah dan teknologi. Masing-masing landasan pendidikan ini memandang pendidikan dari aspek keilmuan berdasarkan sudut


C. Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pandangan landasan filosofis dalam pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan budaya pendidikan, landasan psikologi pendidikan, landasan sejarah pendidikan, landasan ekonomi pendidikan dan landasan ilmiah dan teknologi. Pandangan-pandangan landasan pendidikan sangat berguna bagi pengembangan keilmuan pendidikan


BAB II

PEMBAHASAN

A. Landasan Filosofis

Landasan filosofis dalam pendidikan dapat dirumuskan sebagai penerapan konsep-konsep pemikiran filsafati yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan (Hidayanto, D.N. 2007 : 75). Beberapa aliran filsafat yang menyajikan pemikiran pendidikan antara lain :

1. Fenomenologis

Mengurai objek yang dilihat dengan cara membuka/melepaskan pretensi yang menghalangi tabir yang bukan inti dari objek tersebut. Dengan cara melepaskan tabir, pada akhirnya akan sampai atau dapat meraih inti/esensi/hakikat objek itu (Komar, O. 2007 : 159). Aliran ini didirikan oleh Edmund Husserl (1859-1938). Fenomenologi mempelajari tentang apa yang tampak atau yang menampakkan dirinya atau fenomenon (Bertens, 1981 : 100, dalam Hidayanto, DN, 2007 : 78).

2. Parenialisme

Parenialisme merupakan filsafat yang paling konservatif, tradisional dan kaku. Oong Komar (2007 :158) menulis dalam bukunya bahwa filsafat parenialisme intinya adalah :

a. Parenilisme berakar pada tradisi filosofis klasik yang dikembangkan oleh Plato, Aristoteles, dan Santo Thomas Aquinas

b. Sasaran pendidikan adalah kemampuan menguasai prinsip kenyataan, kebenaran dan nilai-nilai abadi dalam arti tak terikat oleh ruang dan waktu

c. Nilai bersifat tak berubah dan universal

d. Bersifat regresif (mundur) dengan memulihkan kekacauan saat ini melalui nilai zaman pertengahan (renaissance).

3. Progresivisme

a. Progresivisme berakar pada pragmatisme

b. Sasaran pendidikan adalah meningkatkan kecerdasan praktis (kompetensi) dalam rangka efektivitas pemecahan masalah yang disajikan melalui pengalaman.

c. Nilai bersifat relatif, terutama nilai duniawi, menjelajah, aktif, evolusioner, dan konsekuensi perilaku.

d. Bersifat evolusioner dengan gaya liberalistik

4. Rekonstruksionisme

a. Berakar pada perspektif (sudut pandang) sosiologi pendidikan yang digagas oleh Karl Marx dan karl Mennheim

b. Sasaran pendidikan adalah menciptakan tatanan demokratis yang universal

c. Nilai bersifat persetujuan / komitmen yang berkaitan dengan latar belakang sosial dalam era kesejahteraan (welfare state).

d. Bersifat revolusioner yang akan menuju kehidupan yang sejahtera pada kurun waktu tertentu

Dikutip dari Komar, O (2007 : 159).

5. Idealisme

Idealisme merupakan filsafat yang mendukung kearifan manusia dan berbudi luhur. Menurut para idealis, kenyataan dapat terlihat sebagai alam pikiran manusia, kebenaran dapat ditemukan dalam pikiran yang mantap, dan kebaikan adalah pernyataan yang indah dan bagus, sesuatu yang harus diperjuangkan (Hidayanto, DN. 2007 : 79).

6. Realisme

Para realis menganggap dunia sebagaimana adanya, dan tugas sekolah adalah mengajar tentang keadaan dunia. Kebaikan akan ditemukan dalam hukum alam dan aturan dunia fisik. Kebenaran akan merupakan persesuaian pendapat (Hidayanto, DN, 2007 : 79).

7. Eksistensialisme

Para eksistensialisme melihat dunia sebagai subyektivitas perseorangan di mana kebaikan, kebenaran dan kenyataan diartikan sesuai dengan kepentingan individu. Oong Komar (2007 : 159) filsafat eksistensialisme adalah

a. Berakar pada filsafat eksistemilisme

b. Sasaran pendidikan adalah layanan terhadap keunikan manusia, yaitu bertanggung jawab atas nasibnya sendiri.

c. Nilai bersifat bebas dan berkaitan dengan kebebasan individu memilih hal-hal yang esensial / bermakna bagi dirinya di dalam kehidupan serta menerima konsekuensinya.

d. Bersifat individualisme yang mengarah pada self-fulfillment (pemenuhan kebutuhan seseorang).

8. Eksperimentalisme

Menurut kaum eksperimentalis, dunia dianggap sebagai tempat yang selalu berubah-ubah. Kenyataan adalah apa yang sebenarnya dialami, kebenaran adalah apa yang pada saat sekarang ini berfungsi dan kebaikan adalah apa yang diterima oleh “uji masyarakat” (Hidayanto. DN, 2007 : 79)

9. Pragmatisme

Filsafat pragmatisme menggagas bahwa pendidikan sebagai suatu keharusan bagi seseorang untuk hidup di dalam masyarakat, apakah untuk moral dan demokrasi ataukah untuk pelatihan jabatan dan kemajuan hidup

10. Analitisme

Filsafat analitik merupakan sepupu dari analisis linguistik. Filsafat adalah aktivitas logika bahasa. Kegagalan filsuf dalam merumuskan esensi proposisi terletak pada logika bahasanya. Dengan demikian, filsafat analitik adalah pendekatan analisis bahasa dalam pencarian makna/esensi/hakekat sesuatu hal

11. Humanisme

Esensi manusia terletak pada pemilikan potensi rasionalitasnya. Rasio untuk memahami dunia tempat manusia hidup dan usaha untuk menjangkau kebenaran. Sekolah bersifat uniform (seragam) dengan content yang esensial atau tetap dan langgeng dalam kehidupan manusia. Pendidikan harus terarah kepembentukan rasionalitas manusia.

B. Landasan Sosiologis

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok dan struktur sosialnya (Pidarta, M. 1997 : 145). Pendidikan membutuhkan ilmu sosiologi dalam mewujudkan cita-citanya. Sosiologi yang berkaitan dengan pendidikan disebut Sosiologi Pendidikan. Menurut Made Pidarta (1997 : 145) konsep atau teori sosiologi memberi petunjuk kepada guru-guru tentang bagaimana seharusnya mereka membina para siswa agar mereka bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, akrab sesama teman.

Wuraji (1988, dalam Made, P. 1997 : 145) sosiologi pendidikan meliputi (1) interaksi guru-siswa (2) dinamika kelompok di kelas dan organisasi intra sekolah, (3) struktur dan fungsi sistem pendidikan, dan (4) sistem-sistem masyarakat dan pengaruhnya terhadap pendidikan.

Sosiologi dan sosiologi pendidikan saling terkait. Adapun wujud sosiologi pendidikan antara lain : Proses sosial yaitu suatu cara berhubungan antar individu atau antarkelompok atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan tertentu (Pidarta, M. 1997 : 146). Suatu proses sosial dimulai dari interaksi sosial. Dasar-dasar dari proses sosial dan interaksi sosial, seperti yang dikutip dari Made Pidarta (1997 : 147 -148) adalah

1. Imitasi

Imitasi atau peniruan bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif. Kalau anak meniru orang tuanya atau gurunya berpakaian rapi, maka anak ini sudah mensosialisasi diri secara positif baik terhadap orang tuanya maupun terhadap gurunya. Tetapi kalau seorang anak meniru orang-orang lain meminum minuman keras, maka ia melakukan sosialisasi negatif.

2. Sugesti

Terjadi kalau seorang anak menerima atau tertarik pada pandangan atau sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas.

3. Identikasi

Apabila seorang anak berusaha atau mencoba menyamakan dirinya dengan orang lain, baik secara`sadar maupun di bawah sadar.

4. Simpati

Simpati akan terjadi manakala seseorang merasa tertarik kepada orang lain. Faktor perasaan memegang peranan penting dalam simpati

Dalam proses sosial terdapat interaksi sosial yaitu suatu hubungan sosial yang dinamis. Interaksi sosial terjadi bila memenuhi dua syarat yaitu kontak sosial dan komunikasi. Menurut Made Pidarta (1997 : 150-151) Bentuk-bentuk interaksi sosial meliputi :

1. Kerjasama, misalnya kerjasama dalam kelompok belajar pada anak-anak, kerjasama antar guru-guru, guru-guru dengan para orang tua siswa dan sebagainya.

2. Akomodasi adalah usaha untuk meredakan pertentangan, mencari kestabilan, serta kondisi berimbang diantara para anggota

3. Asimilasi atau akulturasi ialah usaha mengurangi perbedaan pendapat antar anggota serta usaha untuk meningkatkan persatuan pikiran, sikap dan tindakan dengan memperhatikan tujuan-tujuan bersama.

4. Persaingan sebagai bentuk interaksi sosial yang negatif.

5. Pertikaian adalah proses sosial yang menunjukkan pertentangan atau konflik satu dengan yang lain.

Menurut Dwi Nugroho Hidayanto (2007 : 81) sosiologi pendidikan merupakan penerapan prinsip-prinsip dan data sosioligis dalam proses pendidikan. Menurut sosiologi pendidikan, dalam pendidikan yang terpenting ialah kontrol sosial. Pendidikan sebagai kontrol sosial mengemban empat tanggung jawab, yaitu

a. Menganalisis latar belakang warisan kebudayaan masyarakat, dan menetapkan apa yang lebih baik dan disepakati masyarakat bagi individu maupun bagi masyarakat

b. Memperhitungkan perubahan sosial yang dapat menentukan sifat serta adaptasi menghadapi perkembangan baru yang sedang terjadi

c. Mengajar generasi muda untuk menghargai dan mempercayai aspek-aspek umum dari struktur masyarakat.

d. Mengembangkan kepribadian setiap individu dalam lingkungan sosial

C. Landasan Budaya

Kebudayaan menurut Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (Imran Manan, 1989, dalam Made Pidarta, 1997 : 157). Sedangkan Killer mengatakan kebudayaan adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat (Imran Manan, 1989, dalam Made Pidarta, 1997 : 157).

Pengajaran adalah salah satu alat pendidikan, dan pendidikan adalah salah satu unsur kebudayaan. Bagi kebudayaan, pendidikan bertugas menyampaikan nilai dari satu generasi ke generasi selanjutnya (Hidayanto, DN. 2007 : 85). Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan. Pendidikan dan kebudayaan mempunyai pengaruh timbal balik. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa berubah dan bila pendidikan berubah akan dapat mengubah kebudayaan.

Pendidikan adalah enkulturasi. Pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Enkulturasi ini terjadi di mana-mana, di setiap tempat hidup seseorang dan setiap waktu. Dari sinilah muncul pengertian kurikulum yang sangat luas, yaitu semua lingkungan tempat hidup manusia. Sebab di manapun orang berada di situlah terjadi proses pendidikan, di situ terjadi enkulturasi. Sekolah adalah salah satu dari tempat enkulturasi, tempat-tempat lain adalah dalam keluarga, dalam perkumpulan pemuda, perkumpulan olah raga, kesenian, keagamaan, di tempat-tempat kursus dan latihan, dan sebagainya.

Fungsi kebudayaan menurut Kerber dan Smith (Imran Manan, 1989, dalam Made Pidarta, 1997 : 162-163) adalah :

1. Penerus keturunan dan pengasuh anak. Budaya mendidik yang baik akan membuat orang banyak melaksanakan program KB, proses persalinan yang tidak menakutkan, dan pengasuhan anak secara profesional.

2. Pengembangan kehidupan berekonomi. Pendidikan sebagai budaya akan membuat orang mampu menjadi pelaku ekonomi yang baik, bisa berproduksi secara efektif dan efisien, dan mengembangkan bakat ekonomi bidang tertentu.

3. Transmisi budaya. Salah satu tugas pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan adalah mampu membentuk dan mengembangkan generasi baru menjadi orang-orang dewasa yang berbudaya terutama berbudaya nasional.

4. Meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan sebagai budaya haruslah dapat membuat anak-anak mengembangkan katahati dan perasaannya taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya.

5. Pengendalian sosial, yaitu pelembagaan konsep-konsep untuk melindungi kesejahteraan individu dan kelompok.

6. Rekreasi, yaitu kegiatan-kegiatan yang memberi kesempatan kepada orang untuk memuaskan kebutuhannya akan permainan-permainan atau untuk bermain-main. Pendidikan perlu memberikan wawasan tentang pentingnya memanfaatkan waktu luang, antara lain dengan cara berekreasi.

D. Landasan Psikologi

Psikologi yang menelaah tentang tingkah laku manusia secara khusus dalam pendidikan disebut psikologi pendidikan. Taylor (1968), dalam Dwi Nugroho Hidayanto (2007 : 87-88) bahwa paling tidak ada manfaat psikologi bagi pendidikan, yaitu (1) sebagai pedoman dalam penyusunan program mata pelajaran untuk belajar mengajar, (2) sebagai metodologi empirik untuk mempelajari bagaimana isi pelajaran disampaikan, dan (3) sebagai sumber pengkajian penilaian proses dan hasil belajar.

Ilmu psikologi yang diterapkan dalam ilmu pendidikan dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu (1) yang menekankan pada perubahan perilaku yang tampak (behaviorist), (2) yang menekankan pada pengembangan potensi piker/mental (kognitif) dan (3) yang menekankan pada interaksi antara tingkah laku, proses mental dan lingkungan (interaksionist).

a. Behaviorist

  1. Koneksionisme

Teori ini dikembangkan oleh Thorndike (1913). Menurut teori ini, belajar pada hewan dan pada manusia pada dasarnya berlangsung menurut prinsip-prinsip yang sama. Dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindera dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respon (S-R) (Sanjaya, W. 2008 : 115).

  1. Classical Conditioning

Tokoh pendiri teori ini adalah Thorndike, Pavlov dan Watson. Menurut teori ini belajar pada hewan memiliki prinsip yang sama dengan manusia. Belajar atau pembentukan perilaku perlu dibantu dengan kondisi tertentu (Sanjaya, W. 2008 : 117)

  1. Operan Conditioning

Teori ini dikembangkan oleh Skiner, merupakan pengembangan dari teori Stimulus Respons. Berbeda dengan teori-teori lain, Skiner dalam Wina Sanjaya (2008 : 118) membedakan dua macam respon, yaitu respondent response dan operant response. Responden respons adalah respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu, misalnya perangsang stimulus makanan menimbulkan keluarnya air liur. Respon ini relatif tetap. Artinya, setiap ada stimulus semacam ini akan muncul respon tertentu. Dengan demikian, perangsang-perangsang yang demikian itu mendahului respons yang ditimbulkannya. Operan response adalah respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu. Misalnya, jika seorang telah belajar melakukan sesuatu lalu mendapat hadiah sebagai reinforcer, maka ia akan menjadi lebih giat dalam belajar.

b. Kognitif

1. Teori Gestalt

Teori ini dikembangkan oleh Koffka, Kohler dan Wertheimer. Menurut teori ini, belajar adalah proses mengembangkan insight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan (Sanjaya, W. 2008 : 120)

2. Teori Medan

Teori ini dikembangkan oleh Kurt Lewin. Teori ini menganggap bahwa belajar adalah proses pemecahan masalah (Sanjaya, W. 2008 : 122)

3. Teori Kontruktivistik

Teori ini dikembangkan oleh Piaget. Piaget (dalam Wina Sanjaya, 2008 :123-124) berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikontruksi oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan.

c. Interaksionis

Menurut kelompok ini, tingkah laku, proses mental dan lingkungan saling mempengaruhi. Dalam proses pendidikan, guru bertugas mengalihkan tanggung jawab kepada anak didik dalam membentuk iklim kemasyarakatan yang saling percaya mempercayai (Hidayanto, DN. 2007 : 89). Pelopor dari kelompok ini adalah John Dewey (1960).

E. Landasan Ekonomi

Peranan ekonomi dalam dunia pendidikan cukup menentukan, tetapi bukan memegang peranan utama. Sebagai tempat pembinaan, pendidikan tidak memandang ekonomi sebagai pemeran utama seperti halnya di dunia bisnis. Ekonomi hanya sebagai pemegang peran yang cukup menentukan.

Fungsi ekonomi dalam dunia pendidikan adalah untuk menunjang kelancaran proses pendidikan. Bukan merupakan modal untuk dikembangkan, bukan untuk mendapatkan keuntungan. Ekonomi pendidikan sama fungsinya dengan sumber-sumber pendidikan yang seperti guru, kurikulum, alat peraga, dan sebagainya untuk mensukseskan misi pendidikan, yang semuanya bermuara pada perkembangan peserta didik. Ekonomi merupakan salah satu bagian sumber pendidikan yang membuat anak mampu mengembangkan afeksi, kognisi dan keterampilan (Pidarta, M. 1997 : 246) Termasuk memiliki keterampilan tertentu untuk bisa menjadi tenaga kerja yang andal atau mampu menciptakan lapangan kerja sendiri, cinta pada pekerjaan halus maupun kasar, memiliki etos kerja, dan bisa hidup hemat.

Kegunaan ekonomi dalam pendidikan terbatas dalam hal-hal, seperti yang dikutip dari Made Pidarta (1997 : 246 -247) sebagai berikut :

1. Untuk membeli keperluan pendidikan yang tidak dapat dibuat sendiri atau bersama para siswa, orang tua, masyarakat, atau yang tidak bisa dipinjam dan ditemukan di lapangan, seperti : prasarana, sarana, media, alat belajar/peraga, barang habis pakai, dan materi pelajaran.

2. Membiayai segala perlengkapan gedung seperti air, listrik, telepon, televisi, dan radio.

3. Membayar jasa segala kegiatan pendidikan seperti pertemuan-pertemuan, perayaan-perayaan, panitia-panitia, darmawisata, pertemuan ilmiah dan sebagainya.

4. Untuk materi pelajaran pendidikan ekonomi sederhana, agar bisa mengembangkan individu yang berperilaku ekonomi seperti : hidup hemat, bersikap efisien, memiliki keterampilan produktif, memiliki etos kerja, dan mengerti prinsip-prinsip ekonomi.

5. Untuk memenuhi kebutuhan dasar dan keamanan para personalia pendidikan

6. Meningkatkan motivasi kerja

7. Membuat para personalia pendidikan lebih bergairah bekerja.

F. Landasan Ilmiah dan Teknologi

Jenis teknologi yang secara langsung memiliki pengaruh kuat terhadap pelaksanaan pendidikan adalah komunikasi, seperti radio, TV, Komputer, digital, Internet dan laini-lain. Produk teknologi ini tidak secara khusus untuk pendidikan, tetapi ternyata dapat dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap pendidikan. Lebih khusus lagi, pemanfaatan teknologi dalam pendidikan dan dikontruks dengan lebih jelas dalam suatu disiplin yakni teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran. Perkembangan cara membelajarkan yang pada awalnya hanya dilaksanakan menggunakan media visual, yang kemudian berkembang menjadi media audio-visual, media Komputer, dan internet merupakan pengaruh langsung teknologi terhadap pendidikan khususnya.

G. Landasan Sejarah

Sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa. Umur sejarah pendidikan dunia dimulai dari zaman Hellenisme (150-500 SM), zaman Humanisme atau Renaissance, dan zaman reformasi dan kontra reformasi (1600-an). Namun pada zaman ini belum banyak memberikan kontribusinya kepada pendidikan zaman sekarang.

Gerakan pendidikan yang sangat pengaruh terhadap pendidikan saat ini adalah

1. Paham Realisme

Pada masa ini pendidikan diarahkan kepada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan di dunia pula. Gerakan ini didorong oleh berkembangnya ilmu-ilmu pengetahuan alam, seperti penemuan-penemuan baru dalam ilmu falak tentang planet-planet dan bumi mengitari matahari serta penemuan-penemuan daerah baru dalam mengelilingi dunia. Tokoh dalam gerakan pendidikan ini adalah Francis Bacon (abad 17) dan Johann Amos Comenius.

2. Paham Rasionalisme

Paham ini dipelopori oleh John Locke (abad 18). Aliran ini bertujuan memberikan kekuasaan bagi manusia untuk berpikir sendiri dan bertindak untuk dirinya. Karena itu latihan-latihan sangat diperlukan untuk memperkuat akal dan rasio. Keyakinan mereka adalah akal merupakan sumber pengetahuan, atau pengetahuan adalah sebagai hasil pengolahan akal. Teori yang terkenal adalah teori Tabularasa atau a blank sheet of paper. Mendidik adalah menulisi kertas putih itu. Manusia tidak mewarisi pengetahuan tetapi membentuk pengetahuannya sendiri.

3. Paham Naturalis

Aliran naturalis muncul sebagai akibat dari reaksi terhadap aliran rasionalis. Tokoh pendirinya adalah J.J. Rousseau. Naturalisme menentang kehidupan yang tidak wajar sebagai akibat dari rasionalisme, seperti gaya hidup yang diperhalus, cara hidup yang dibuat-buat, sampai dengan korupsi. Anak-anak dipandang sebagai orang dewasa yang kecil. Naturalisme menginginkan keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati.

4. Paham Developmentalis

Aliran ini berkembang pada abad ke-19. aliran ini memandang bahwa proses pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa. Pendidikan adalah suatu proses perkembangan yang berlangsung dalam setiap individu. Tokoh-tokohnya antara lain Pestalozzi, Johann Frederich Herbart, Friedrich Wilhelm Froebel dan Stanley Hall (Pidarta, 1997 : 115)

5. Paham Nasionalisme

Paham ini muncul sebagai upaya membentuk patriot-patriot bangsa, mempertahankan bangsa dari imperealis, antara lain perang-perang yang dilakukan oleh kaisar Napoleon. Tokoh-tokohnya antara lain : La Chalotais, Fichte, Jefferson.

6. Paham Liberalisme dan Positivisme

Aliran ini dibuktikan dengan munculnya sekolah-sekolah yang dipakai alat untuk memperkuat kedudukan penguasa pemerintahan tokohnya Adam Smith. Aliran positivisme dengan tokohnya Auguste Comte, mereka percaya kepada kebenaran yang dapat diamati oleh pancaindera. Akibatnya kepercayaan terhadap agama semakin lemah.

7. Paham Sosial

Muncul sebagai reaksi terhadap aliran liberalisme, positivisme dan individualisme. Tokohnya adalah Paul Natorp dan George Kerschensteiner, serta John Dewey. Aliran ini berpendapat bahwa masyarakat mempunyai arti yang lebih esensial daripada individu

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ilmu pendidikan berlandaskan pada hukum, sosial, kultural, filsafat, psikologi, ekonomi, ilmiah dan teknologi, serta landasan sejarah.

Landasan filosofis dalam pendidikan dapat dirumuskan sebagai penerapan konsep-konsep pemikiran filsafati yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Sementara konsep atau teori sosiologi memberi petunjuk kepada guru-guru tentang bagaimana seharusnya mereka membina para siswa agar mereka bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, akrab sesama teman.

Pengajaran adalah salah satu alat pendidikan, dan pendidikan adalah salah satu unsur kebudayaan. Bagi kebudayaan, pendidikan bertugas menyampaikan nilai dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu psikologi yang diterapkan dalam ilmu pendidikan dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu (1) yang menekankan pada perubahan perilaku yang tampak (behaviorist), (2) yang menekankan pada pengembangan potensi piker/mental (kognitif) dan (3) yang menekankan pada interaksi antara tingkah laku, proses mental dan lingkungan (interaksionist).

Fungsi ekonomi dalam dunia pendidikan adalah untuk menunjang kelancaran proses pendidikan. Bukan merupakan modal untuk dikembangkan, bukan untuk mendapatkan keuntungan. Jenis teknologi yang secara langsung memiliki pengaruh kuat terhadap pelaksanaan pendidikan adalah komunikasi, seperti radio, TV, Komputer, digital, Internet dan lain-lain.

Sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayanto, DN. 2007. Pemikiran Kependidikan (dari Filsafat ke Ruang Kelas). Jakarta : LeKDiS

Komar, O. 2006. Filsafat Pendidikan Nonformal. Bandung : Pustaka Setia

Pidarta, M. 1997. Landasan Kependidikan (Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia). Jakarta : PT. Rineka Cipta

Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran (Berorientasi Standar Proses Pendidikan). Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Suhartono, S. 2007. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media

Tidak ada komentar: